IMAN
KEPADA QADA DAN QADAR
A.
Hubungan
Qada dan Qadar
Dalam Al-Quran
kata qada berarti hukum atau keputusan (Q.S. An-Nisa : 65), perintah (Q.S.
Al-Isra : 23), kehendak ( Q.S. Ali Imran : 47), dan mewujudkan atau menjadikan
(Q.S. Fusillat : 12). Sedangkan kata qadar berarti kekuasaan atau kemampuan
(Q.S. Al-Baqoroh : 236), ketentuan atau kepastian (Q.s. Al Mursalat : 23),
Ukuran (Q.S. Ar Ra’d :17), dengan mengatur serta menentukan suatu menurut
batas-batasnya (Q.S. Fussilat : 10).
Ulama Asy’ariah,
yang di pelopori oleh Abu Hasan Al Asy’Ari (wafat di basrah Tahun 330 H),
berpendapat bahwa qada ialah kehendak Allah SWT mengenai segala hal dan keadaan,
kebaikan dan keburukan, yang sesuai dengan apa yang akan di ciptakan dan tidak
akan berubah-ubah sampai terwujudnya kehendak tersebut. Sedangkan qadar adalah
perwujudan kehendak Allah SWT terhadap semua mahkluknya dalam bentu-bentuk dan
batasan-batasan tertentu, baik mengenai zat-zatnya ataupun sipat-sipatnya.
Menurut ulama
Asy’ariah ini, jelaslah bahwa hubungan qada dengan qadar merupakan satu
kesatuan, karena qada merupakan kehendak Allah SWT, sedangkan qadar merupakan
perwujudan dari kehendak itu. Qada bersifat Qadim (lebih dulu ada) sedangkan
qadar bersipat hadis (baru).
Selain itu, ada
pula ulama yang berpendapat bahwa hubungan antara qada dan qadar merupakan dwi
tunggal, karena dapat di katakan bahwa pengertian qada sama dengan pengertian
qadar.
Rasulullah SAW
ketika di tanya oleh malaikat Jibril tentang dasar-dasar iman, beliau hanya
menyebutkan (iman kepada qadar”, tanpa menyebutkan iman kepada qada dan qadar.
Rasulullah SAW bersabda :
االإ يمان أ ن تو من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الا خر وتومن با لقد
ر خيره وسره (رواه مسلم)
Artinya :
“Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikatnya, kitab-kitabnya,
para Rasulnya, hari akhirat, dan engkau percaya kepada qadar yang baiknya
ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim)
Iman kepada qada
dan qadar dalam ungkapan sehari-hari lebih popular dengan sebutan iman kepada
takdir. Iman kepada takdir berarti percaya bahwa segala apa yang terjadi di
alam semesta ini, seperti adanya siang dan malam, adanya tanah yang subur dan
yang tandus, hidup dan mati, rezeki dan jodoh seseorang merupakan kehendak dan
ketentuan Allah SWT.
Hukum beriman
kepada takdir adalah fardu’ain. Seseorang yang mengaku islam, tetapi tidak
beriman pada takdir dapat di anggap murtad. Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan
tentang iman kepada takdir cukup banyak, antara lain :
... إذا قضي أمرا فإ نما يقول له كن فيكون.
Artinya : “Apabila
Allah hendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya :
“jadilah”, lalu jadilah dia”. (Q.S. Ali Imran, 3 : 47)
... وقدرفيها أقواتها ...
Artinya : “dan
dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya”. (Q.S.
Fussilat, 41 : 10)
... وكان أمر الله قدرا مقدورا.
Artinya : “Dan
ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku” (Q.S. Al Ahzab, 33
: 38)
No comments:
Post a Comment