A. PENDAHULUAN
Di era persaingan bebas
yang semakin ketat, dimana pengangguran terus bertambah, biaya pendidikan dan
biaya hidup terus naik yang tidak diimbangi dengan naiknya pendapatan
masyarakat, serta banyak usaha-usaha
mikro yang dijalankan, namun akhirnya mengalami kepailitan karena kesulitan
mendapatkan modal membuat negeri ini semakin miskin dan terpuruk. Sementara
itu, kehadiran rentenir dengan sistem bunga (dalam hal ini bank-bank
konvensional) yang menjerat rakyat, bukan menjadi solusi tapi menjadi bumerang
bagi perkembangan usaha mereka.
Dewasa ini bank syariah merupakan salah satu
sistem perbankan yang sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Bank syariah
diperkirakankan menjadi alternatif sistem perbankan di Indonesia. Sejak diterbitkannya
undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang kemudian direvisi
menjadi undang-undang No 10 tahun 1998, tentang industri perbankan di Indonesia
terbagi menjadi bank yang beroperasi berdasarkan bunga (yang disebut bank
konvesional) dan bank yang beroperasi berdasarkan bagi hasil (disebut dengan
Bank Syariah).
Hadirnya bank-bank
syariah di tengah badai yang melanda bangsa ini akibat dari krisis panjang,
tidak meyurutkan pertumbuhan bank-bank syariah dikarenakan sistem oprasional
bank syariah tidak mengenal prisip bunga dalam pengoprasiannya. Produk-produk
bank syariah yang bebas dari unsur riba pada dasarnya bersifat membangun jiwa
produktif masyarakat untuk menjadi mitra yang baik dalam membangun sebuah
usaha.
Berdasarkan data dari
Bank Indonesia (BI), aset bank syariah sampai dengan bulan Oktober 2006
mencapai Rp 25, 06 triliun. Hasil ini menunjukkan petumbuhan sebesar 33,8% dari
18,732 triliun pada Oktober 2005. Bila dibandingkan dengan total pasar
perbankan nasional, aset perbankan syariah masih sangatlah kecil, yaitu kurang
dari 2%. Untuk itu, penerapan strategi yang tepat dalam menciptakan pangsa
pasar yang lebih besar bagi perbankan syariah adalah hal yang perlu dilakukan.
BI sebagai regulator perbankan
memahami permasalahan ini. Karena itu, melalui kebijakan yang dikeluarkan, BI
ingin melakukan akselerasi pengembangan perbankan syariah. Salah satu dari
program itu adalah strategi aliansi (kemitraan) antara perbankan syariah dengan
bank konvensional, BMT, maupun institusi lain seperti misalnya kantor pos, agar
pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia bisa meningkat secara
signifikan dan berkesinambungan.
Aliansi merupakan salah
satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengembangkan
usahanya (Chandra dkk, 2004: 206).
Aliansi bisnis muncul
sebagai strategi dalam arti membangun jaringan dengan perusahaan lain yang
mempunyai kemampuan dan bisa dipercaya dalam menjalankan sebuah bisnis. Aliansi
sebagai bentuk kerjasama mengutamakan pro pasar dan pro peningkatan daya beli
lingkungan secara proporsional. Dengan melakukan strategi aliansi, maka suatu
perusahaan menyadari keterbatasan sumber daya manajerial
dan kompetensi teknologi untuk secara mandiri menghadapi peluang yang makin
terbuka. Suatu aliansi biasanya membawa berbagai sumber daya komplementer untuk
mampu mengerjakan suatu kegiatan dan menciptakan sesuatu yang bernilai yang
tidak dapat dihasilkan oleh satu perusahaan tunggal. Melalui aliansi, peranan
intermediasi bank juga lebih menjadi lebih professional.
Kerjasama (aliansi)
dalam Islam disebut syirkah, yaitu akad kerjasama pencampuran antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan
resiko ditangung sesuai porsi kerjama (Zulkifli, 2007: 53).
Syirkah dalam membangun organisasi (perusahaan) sangatlah
dibutuhkan dalam aplikasi bisnis Islami. Mengingat kondisi bisnis yang ada saat
ini, dimana banyak perusahaan melakukan kerjama dengan perusahaan-perusahaan
lain untuk lebih mengembangkan usahanya dan tetap bertahan dalam peraingan
pasar, merupakan hal yang wajib diterapkan sehingga sejalan dengan
ajaran-ajaran al-qur’an dan ajaran Rasullah (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003:
94).
Strategi aliansi
perbankan syariah seperti Bank Muamalat Indonesia dengan Baitul Mal Wat Tamwil
(BMT), dapat meningkatkan pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah secara
signifikan di seluruh Indonesia, serta dapat membantu pertumbuhan dan
eksistensi BMT. Dari konsep strategi aliansi yang saling menguntungkan dengan
memanfaatkan keunggulan partner,
maka akan bisa tercapai tujuan bersama yang diharapkan oleh kedua belah pihak.
Dorongan untuk melakukan
strategi aliansi yang dilakukan perusahaan maupun perbankan di Indonesia adalah
untuk mempertahankan diri dari persaingan bebas, serta dorongan untuk
meningkatkan efektifitas melalui peningkatan nilai tambah, dan proses belajar
dari mitra aliansi, sehingga ke depan dapat tumbuh dan
ekspansi secara lebih cepat dan efisien.
Dengan alasan yang komplit ini, maka BMT Ahmad Yani
memutuskan untuk melakukan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Berdasarkan latar
belakang permasalahan tersebut maka peneliti berusaha mengangkat permasalahan tersebut dengan judul “Strategi
Aliansi Manajemen Pada Bank Muamalat Indonesia Dalam Menunjang
Perkembangan BMT Ahmad Yani”
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini dimaksudkan agar kegiatan
penelitian dapat terarah dan diharapkan dapat menunjang kualitas hasil
penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mendiskripsikan
motivasi yang mendorong Bank Muamalat Indonesia melakukan aliansi
manajemen dengan BMT Ahmad Yani
b. Untuk mendiskripsikan
perkembangan BMT Ahmad Yani sebelum dan sesudah melakukan aliansi dengan Bank
Muamalat
C. METODE PENELITIAN
- Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bank Muamalat Indonesia Jl Kawi Atas 36A
Malang, dan di BMT Ahmad Yani, Jalan Kahuripan 12 Malang. Adapun
alasan pemilihan lokasi tersebut, atas dasar pertimbangan bahwa Bank Muamalat Indonesia merupakan bank syariah pertama di Indonesia
sekaligus bank yang melakukan strategi aliansi dengan BMT Ahmad Yani.
- Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan
rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam penelitian ini,
jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Ada 5 (lima) ciri dalam penelitian kualitatif (Maleong, 1997:3), yaitu:
1. Penelitian kualitatif
mempunyai latar belakang alami dan peneliti
berperan sebagai instrumen inti
2. Penelitian kualitatif
bersifat deskriftif mengingat data yang dikumpulkan lebih banyak berupa
kata-kata dan gambar
3. Penelitian kualitatif
menekankan pada proses
4. Penelitian kualitatif
cenderung menganalisis data secara induktif
5. Penelitian kualitatif
lebih menekankan pada makna
Menurut Arikunto (1997:245)
memberikan definisi, bahwa pendekatan penelitian deskriptif merupakan
penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Lebih jauh dipaparkan pula oleh Arikunto (1997:12),
bahwa pendekatan penelitian deskriptif (to
describe) digunakan apabila saat terjadinya, ada variabel masa lalu dan
masa sekarang. Ini berarti, penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan dan
menjelaskan atau membeberkan variabel masa lalu dan sekarang. Jadi yang
dimaksud variabel masa lalu dalam penelitian ini adalah kondisi BMT Ahmad Yani
sebelum melakukan aliansi dengan BMI, dan variabel masa sekarang adalah kondisi
BMT Ahmad Yani setelah melakukan aliansi dengan BMI.
- Sumber Data
Dalam penelitian, sumber
data dapat berupa benda atau orang yang dapat dicermati dan memberikan data
maupun informasi yang sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditentukan.
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari lapangan oleh
peneliti dari perusahaan yang menjadi obyek penelitian (Surachmad, 1985). Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan melakukan
observasi dan wawancara dengan pihak yang terkait yang berada di BMT Ahmad Yani yang secara
fungsional mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu menjalankan roda BMT (baik
itu manajer tapun karyawan), serta orang-orang yang ada
dalam Bank Muamalat cabang Malang.
2. Data sekunder adalah data
yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada
(Surachmad,
1985). Data
sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari pencatatan dokumen-dokumen, serta
Laporan Pertanggung Jawaban Tahunan (LPJ) BMT Ahmad Yani dan data dari Bank
Muamalat cabang Malang.
No comments:
Post a Comment