BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Seperti yang
kita ketahui bersama bahwa saat ini, banyak sekali perdebatan mengenai pasar
tradisional melawan pasar modern. Segalanya bermula ketika banyak pedagang
pasar tradisional yang “ngandang” alias gulung tikar diakibatkan oleh menjamurnya
pasar - pasar modern. Banyak
pendapat dan pandangan para ahli digulirkan. Peraturan presiden yang mengatur
tentang hal ini pun juga telah dikeluarkan. Yaitu peraturan presiden (Perpres) No 112 Tahun 2007 tentang
penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, serta toko modern
(biasa disebut perpres pasar modern), akhirnya ditandatangani oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Desember 2007 lalu. Dan dalam Peraturan Daerah
No 2 Tahun 2002 tentang perpasaran swasta, sudah diatur bahwa jarak antara
pasar tradisional dan modern minimal 2,5 kilometer. Sementara itu, pada
kenyataannya, hampir setiap 500 meter di wilayah pinggiran kota, kita akan
sangat mudah menemukan pasar modern dan supermarket kecil-kecilan. Akan
tetapi bukan bararti masalah ini bisa sepenuhnya bisa teratasi.
Seiring dengan
perkembangan waktu, adanya modernisasi dan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat, banyak masyarakat Surabaya yang berbelanja di pasar modern
(supermarket/hypermart) dan mulai enggan berbelanja di pasar tradisional
(kecuali untuk produk-produk yang tidak ada di supermarket/hypermart). Tidak
sedikit konsumen yang merubah perilaku belanjanya dari pasar tradisional
pindah, coba-coba (trial), dan cari alternatif (switching) ke
pasar modern. Hal ini wajar karena kondisi pasar tradisional selalu identik
dengan becek, semerawut, kurang nyaman. Kelemahan dari pasar tradisional inilah
yang menjadi daya jual bagi pasar modern. Seperti hal nya pada Darmo Trade
Center (DTC) yang menyediakan tempat yang nyaman, teratur, bergengsi,
ber-AC, aman, bersih, dan pembeli bisa memilih barang dengan leluasa.
Menurut
Schiffman dan Kanuk (2000) perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh
seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak
pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi
kebutuhannya.
(Whidya utami,
Christina, 2008: 48) menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penentu keputusan
pada seseorang datangnya tidak hanya dari pengaruh eksternal yang meliputi
pengaruh keluarga, kelompok yang dijadikan acuan, dan budaya saja, akan tetapi
juga juga dipengaruhi oleh faktor internal konsumen yaitu pengaruh pribadi dan
pengaruh psikologis konsumen. Pengaruh pribadi meliputi usia,
tahap siklus hidup, pekerjaan, lingkungan ekonomi, gaya hidup serta kepribadian
dan konsep diri. Sedangkan pengaruh psikologis meliputi motivasi, persepsi,
pembelajaran serta keyakinan. Dan yang terakhir adalah faktor stimulus yang
berupa strategi bauran eceran (retail mix) yang meliputi produk, harga, promosi,
lokasi, personalia, dan presentasi.
Secara umum
pengertian pasar adalah kegiatan penjual dan pembeli yang melayani transaksi
jual-beli (www.id.wikipedia.org). Pengkategorian pasar tradisional dan
pasar modern sebenarnya baru muncul belakangan ini ketika mulai bermunculannya
pasar swalayan, supermarket, hypermarket dsb.
Pasar
tradisional merupakan tempat
bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual
pembeli secara langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai,
los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Sedangkan
Pasar modern adalah pasar yang penjual dan pembeli tidak bertransaksi
secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam
barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri
(swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga (www.id.wikipedia.org).
Kotler dan Amstrong (2001:61)
mendifinisikan retailing sebagai semua kegiatan yang dilibatkan dalam
penjualan barang atau jasa langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan
pribadi atau non bisnis. Maka, bisnis retail dapat diartikan sebagai
kegiatan pasar yang merancang untuk memberikan kepuasan pada konsumen pemakai
dan mempertahankan para pelanggan melalui program peningkatan kualitas berkelanjutan.
Dimensi-dimensi
inilah yang mendasari perilaku konsumen. Hingga proses pemilihan produk,
kompleksitas faktor-faktor tersebut harus benar-benar dipahami oleh pemasar
yang dalam hal ini adalah pasar tradisional Wonokromo dan Darmo Trade Center
(DTC) Surabaya, agar dapat mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan dan
diinginkan konsumen, sehingga pihak pemasar dapat menentukan strategi yang
tepat untuk mendapatkan dan mempertahankan pangsa pasar masing-masing.
Pengaruh
pribadi kerap memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen.
Setiap kepribadian yang berbeda-beda pada tiap-tiap orang mempunyai perilaku
pembelian orang tersebut. (Kotler, Amstrong. 2003:214). “Kepribadian adalah
karakteristik psikologis yang membedakan seseorang yang menghasilkan tanggapan
secara konsisten dan terus-menerus terhadap lingkungannya.” Kepribadian
biasanya dideskripsikan berdasarkan sifat-sifat seperti kapercayaan diri,
dominasi, kemampuan beradaptasi, dan agresifitas.
Hal ini tidak
terlepas dari pola perilaku belanja pelanggan yang sedikit demi sedikit berubah
yang perlu direspons secara aktif oleh peritel untuk dapat mempertahankan
keberlanjutan usahanya. Dalam hal ini pelanggan sangat memperhatikan hal-hal
yang terkait dengan nilai tambah terhadap kenyamanan mereka dalam melakukan
aktivitas belanja mengingat berubahnya pandangan bahwa belanja adalah merupakan
aktivitas rekreasi, maupun pemenuhan keanekaragaman kebutuhan mereka dalam satu
lokasi (one stop shopping).
Akan tetapi
merosotnya eksistensi pasar tradisional bukan sepenuhnya akibat adanya pasar
modern. Karena pada kenyataannya
menurunnya omset pasar tradisional juga dipengaruhi oleh perubahan
selera konsumen (masyarakat). Sehingga salah satu cara agar pasar tradisional
tetap bertahan, perlu pembenahan atau revitalisasi dibeberapa aspek yang
meliputi, sarana dan prasarana, pelayanan, dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment