BAB I
KURIKULUM
BERUBAH LAGI
Dulu setelah Cara Belajar Siswa Aktif atau CBSA diperkenalkan di sekolah,
lalu muncul sindiran Cah bodho soyo akeh (anak bodoh kian banyak). Juga, saat
Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS dilansir, muncul olok-olok, masyarakat
bayar sendiri. Kini, saat pemerintahan memperkenalkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan atau KTSP, para guru berseloroh.
Sekolah ini mempresentasikan kenyataan yang dihadapi guru
di tingkat satuan pendidikan. Korban pertama KTSP adalah guru bidang studi.
Mereka di kejar-kejar agar membuat sendiri kurikulum tiap mata pelajaran bagi
sekolahnya. Banyak waktu habis untuk seminar dan pertemuan guru bidang studi
demi merencanakan kurikulum seperti diharapkan KTSP.
A.
Tanpa Persiapan
Tugas membuat
dan merencanakan kurikulum saat proses pendidikan sedang berjalan jelas membuat
proses belajar mengajar terganggu. Konsentrasi pun hilang karena selalu
berfikir membuat silabus, program indikator dan sebagainya. Jelas, KTSP menjadi
beban baru dan diluncurkan tanpa persiapan memadai.
Kekurangan aplikasi KTSP terlihat nyata di tingkat SMP,
khususnya terkait proses pemetaan materi pelajaran yang terintegrasi, seperti
IPA dan IPS. Hal ini membuat guru pusing, mengingat standar isi materi IPA
terpadu persi KTSP tersebar dari kelas satu sampai kelas tiga dalam buku versi
Kurikulum Berbasis Komeptensi (KBK) 2004. Pemetaan materi antar kelas yang
diintegrasikan akan mempengaruhi pengaturan, alokasi waktu mengajar dan
kuantitas pekerjaan guru bidang studi.
Dari segi kompetisi, para guru merasa tidak siap selama
ini mereka mampu satu mata pelajaran tertentu. Kini mereka harus mengajarkan
semua. Guru IPA harus menguasai sekaligus Biologi, Kimia dan Fisika! Kuota
empat jam pelajaran seminggu untuk mata pelajaran terpadu membuka peluang bagi
beberapa guru bidang studi kehilangan pekerjaan !
Keputusan Departemen Pendidikan Nasional yang ngotot
mengadakan Ujian Nasional (UN) tahun 2007 membuat pembaruan kurikulum lewat
KTSP kian mandul dan menunjukkan ketidak seriusan pemerintah memperbaiki karut
marut pendidikan kita.
Pertanyaan pokoknya, jika KTSP memberi keluasan bagi
otonomi sekolah di tingkat satuan pendidikan, standar penilaian seharusnya juga
menjadi hak otonom sekolah sebab merekalah yang menentukan indikator dan
memilih proses serta materi melalui program belajar di kelas. Karena itu UN
merupakan keputusan yang kontra produktif bagi peningkatan kualitas
pembelajaran.
Ingat, saat pemerintah menerapkan KBK, para guru
kedodoran menyiapkan materi UN bagi siswa sebab Depdiknas memberikan kisi-kisi
UN sekitar dua bulan sebelumnya.
Dampak negatif UN lainnya adalah UN akan membuat tiap
sekolah lebih konsentrasi memperdalam mata pelajaran yang diujian nasionalkan
dari pada membuat anak didik cerdas dan mampu berfikir kreatif berhadapan
dengan materi pembelajaran yang diterimanya.
Mengingat tiadanya persiapan teknis, kekeliruan prosedur,
kesalahan pedagogis, dan inkonsistensi struktural UN, maka UN 2007 tidak akan
mampu menaikkan kualitas pendidikan nasional. UN tak lebih sebagai proyek yang
kental muatan politiknya dari pada edukatif dan pemborosan anggaran negara.
No comments:
Post a Comment