BAB 2
Pengantar Ilmu Pelatihan Dasar
S
|
ebelum membahas hakikat ilku keolahragaan, terlebih dahulu akan
dijelaskan pengertian mengnai pengetahuan dan ilmu. Pengetahuan dan ilmu
sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Pada literature bahasa Inggris, pengetahuan
adalah terjemahan dari knowledge sedangkan ilmu terjemahan dari science. Namun
dewasa ini khususnya di Indonesia,
istilah ilmu pengetahuan telah lazim dipergunakan untuk menterjemahkan science.
Seperti yang digunakan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) istilah “Ilmu
Pengetahuan” untuk science. Demikian pula istilah yang digunakan dalam GBHN
(Garis-garis Besar Haluan Negara) yaitu Ilmu Pengerahuan. Lalu apa bedanya ilmu
pengetahuan dan ilmu? Mungkin telah sering kita dengar kata homo sapien atau
makhluk yang berfikir. Memang berfikir meruakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita
ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Jadi
ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia, di samping
berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khsanah
kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya
kehiduan kita. Setiap jenis pengetahuan mempunyai cirri-ciri yang spesifik
mengenai: (1) apa (ontology), (2) bagaimana (epistemology), dan (3) untuk apa
(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun (Harsuki, 1988 : 12).
Jadi semua pengetahuan, apakah itu ilmu, seni atau
pengetahuan apa saja, pada dasarnya mempunyai ketiga landasan ini. Yang berbeda
adalah materi perwujudannya serta sejauh mana landasan-landasan dari ketiga
aspek ini diperkembangkan dan dilaksanakan. Dari semua yang ada, ilmu merupakan
pengetahuan yang aspek ontologism, epistemoogis dan aksiologisnya telah jauh
berkembang dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain, dan dilaksanakan
dengan penuh konsekuen dan penuh disiplin.
Dari pengertian inilah sebenarnya berkemabang pengertian ilmu sebagai
disiplin, yakni pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan
mainnya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya. Dengan demikian ilmu
dapat dikatakan merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara logis,
sistematis dan konsisten serta kebenarannya telah teruji secara empiris.
Sedangkan istilah teknologi berasal dari Yunani yaitu
techne yang berarti art dan craft, tetapi pada umumnya digunkana dalam dua
pengetian yang terbatas (Harsuki 1988: 12)
Dalam pengertian yang sempit, teknologi mengarah hanya
pada proses industri yang mengoperasikan keterampilan dengan sukses, sedangkan
dalam pengetian yang luas, teknologi berarti semua proses yang berkaitan dengam
materi. Teknologi harus selalu dipelajari apakah dalam bentuk keterampilan
tangan atau sebagai aplikasi dari ilmu.
Pada dasarnya pengetahuan dapat didefinisikan secara
umum tentang pemahaman kita terhadap suatu objek tertentu. Gabungan seperangkat
pemahaman terhadap objek tertentu yang
telah teruji secara empiris dinamakan ilmu. Sifat ilmu adalah spekulatif, aertinya
kebenaran ilmu terikat oleh lingkup uang dan waktu, bila kemudian hari kita
temukan ilmu lain yang lebih fungsional, maka ilmu terdahulu aka tekalahkan dan dianggap kurang
(tidak) sahih lagi. Ilmu dapat diubah, seiring dan diuji melalui penelitian eksperimen
yang terkontrol. Menurut Hebb (1974), Bila gagasan-gagasan ilmu telah bergeser
dari domein speakulatif ke domein pasti, maka ilmu berubah menjadi teknologi.
(Fortius, 02/92/: 21).
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) memainkan peranan
yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia, tanpa
pendekatan-pendekatan iptek suatu bangsa akan sulit mengembangkan potensi
internal uang dimilikinnya. Ekspansi iptek menarik, yang pada pentahapan lebih
lanjut akan menempatkan olahraga sebagai tontonan, seni, dan sekaligus obsesi
manusia.
Mengamati satu gerakan komplek dalam olahraga, berarti
kita mencoba menelusuri dan memilah-milah gerakan tersebut sebelum menjadi
suatu gerakan yang layak tonton. Kontribusi konkret iptek dalam dunia olahraga
adalah dengan mendorong Lembaga Pendidikan Tinggi Keolahragaan mempelajari dan
menganalisis gerakan motorik manusia, melalui ilmu-ilmu anatonim, fisiologi,
bomekanika, belajar motorik dan neurology. Bertitik tolak dari iptek inilah
Jerman Barat mampu memprediksi remaja Boris Becker dan Stefi Graff menjadi
juara dunia.
Dan iptek pulalah
yang mampu menjelaskan, mengontrol dan
meramalkan pemecahan-pemecahan rector dunia renang oleh Janet Evans
(perenang AS). Dua contoh di atas merupakan pengerjawantahan iptek yang
diterapkan secara benar pada olahraga yang sudah dilakukan di Negara-negara
maju seperti Amerika dan Eropa.
Dalam membahas Ilmu Keolahragaan ini tidak akam
didiskusikan lebih lanjut tentnag peristilahan olahraga, pendidikan jasmani,
sport science, physicalculture, gymnologie dan istilah-istilah lainnya. Istilah
olahraga yang digunakan di sini adalah olahraga yang oleh para ahli telah
disepakati bahwa olahraga merupakan disiplin ilmu (academic discripline) yang
dipelajari di pergurua tinggi.
Mengenai disiplin ilmu dari Ilmu Keolahragaan ini Hery
mengatakan An academic discipline is an orgabized body of knowledge
collectively embraced in a formal cours of learning (Harsuki, 1988: 13). Lebih
lanjut dikatakannya bahwa sesungguhnya bidang ilmu pengetahuan olahraga inilah
yang dipelajari di perguruan tinggi. Ini terdiri porsi-porsi tertentu dari
disiplin ilmu lainnya seperti anatomi, fisika, fisiologi, antropologi budaya,
sejarah, sosiologidna psikologi. Fokus
perhatinnya adalah pada studi tentang manusia sebagai individu, yang
ikut dalam penampila motorik (motor performance) yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Dan pada penamilan motorik lainnya yang menghasilkan
nilai yang estitis, menerima tantangan-tantangan dari kemampuannya untuk
melawan keadaan lingkungan yang tidak bersahabat, dan ikut sertanya dalam
kegiatan pengisian waktu luang yang telah menjadi penting artinya dalam
kebudayaan.
Kemudian timbul pertanyaan bagaimanakah pendekarannya?
Apakah inter-discipline ataukah cross-discipline? Untuk itu perlu diberikan
sedikit penjelasan tentang apakah yang disebut inter-discripline dan apa pula
yang disebut cross-discipline. Yang disebut inter-discipline adalah bilamana
disiplinitu didasarkan pada pengetahuan yang dilengkapi (supply) oleh disiplin
ilmu yang lain, sebagai contoh anatom, fisiologi, sikologi dan sebagainya. Oleh
karena itu mahasiswa dari pendidikan olahraga mempelajari dan mengambil bahan
studi dari disiplin ilmu yang lain. Pada mahasiswa tersebut kemudian membawa
pengetahuanya kembali kekalangan pendidikan olahraga.
Dalam pendekatan cross-discipline di bidang pendidikan
olahraga, pelajaran-pelajaran yang ada didalam pendidikan olahraga itu
difokuskan pada berbagai aspek dari disiplin ilmu, seperti: exercise
physiology, motor learning, sport phychology, motor development dan lain
sebagaimanaya. Umumnya mahasiswa tingkat permulaan wajib mengambil pelajaran seperti
: anatomi, kimia, fisika, statistic, psikologi, antropologi, sosiologi dan
lain-lain, untuk mempersiapkan mereka dalam peningkatan kerja di bidang
pendidikan olahraga. Bila para mahasiswa tersebut telah selesai dengan
pelajaran wajib dan akan menerapkan pengerahuannya dari disiplin ilmu yang
lain.
Untuk mengerti human movement (gerak manusia), maka
pendekatan demikian adalah pendekatan cross-discipline.
Kelompok ilmuawan yang menamakan ilmu keolahragaan
sebagai disiplin ilmu (sport sciences) telah diperkenalkan di Jerman Barat pada
tahun 70-an dipelopori oleh Prof. Dr. Hebert Haag. Menurut Haag, ilmu
keolahragaan mempunyai batang tubuh keilmuan yang terdiri dari 3 dimensi
(matra), yaitu : (1) Dimensi theori fields, (2) Dimensi research, dan (3)
Dimensi sport discripline (Sport Sciences. 1975 : 17).
Yang dimaksud dengan theori field adalah ilmu yang
menunjang ilmu keolahragaan berdasarkan pendekatan teori yang relevan, menjadi
sebuah rumpun atau bidang-bidang, yang menurut Haag ada 7 bidang, yaitu :
- Sport medicine
- Sport biomechanics
- Sport psychology
- Sport pedagogy
- Sport history
- Sport sociology
- Sport philosophy
Sedangkan dimensi penelitian kiranya kita semua sudah
memakluminya, sebab tanpa research ilmu tidak akan berkembang.
Yang dimaksud dengan dimensi sport discipline adalah
cabang-cabang olahraga seperti Atlitik, Renang, Sepakbla dan sebagainnya.
Dimensi theory field yang lebih sistematis telah
dikemukakan oleh Olympic Scientific Congres di Quebec dalam acara rangkaian
Olympiade Momentreal tahun 1976, sebagai berikut:
1.
Humanity, seperti sport
philosophy, sport teology.
2.
biological scences, seperti
sport medicine, sport physiology, sport biomechanics, dll.
3.
Behavioral sciences, seperti
sport pedagogy, sport psychology, sport sociology, dll.
4.
Management science, seperti
sport management, sport infra structure, sport communication and mass media,
dll.
Pendekatan-pendekatan tersebut di atas, dapatkita
adaptasi untuk mengembangkan batang tubuh ilmu keolahragaan di Indonesia,
meskipun akan kita hadapi kesulitan dalam meletakakkan bidang-bidang teori yang
relevan. Sebagai contoh, : Exercise Sciences (Ilmu Pengetahuan Latihan)
berkembang pesat dewasa ini. Termasuk ke dalam kapling manakah ilmu
kepelatihan? Apakah dapat diklaim sebagai subdisiplin yang mandiri, seperti
halnya perkembangan teori belajar keterampilan motorik, meskiun cikal bakalnya
bersumber pada psikologi dan neuro-fisiologi. Keuntungan yag bisa kita raih
dari pendekata tersebut ialah, bahwa kita akan bisa mambagi-bagi wilayah kajian
kita dan kemudian pada gilirannya, kegiatan penelitian dan pengembangan sebagai
kunci pengembangan batang tubuh keilmuan itu akan mensuplai masing-masing bidang
teori yang relevan.
Dalam upaya mengidentifikasi subdisplin ilmu
keolah-ragaan, maka kita menganut pendekatan pengelompokkan berdasarkan bidang
teori. Karena itu akan nampak beberapa ilmu yang telah mapan sebagai akarnya.
Dengan objek kajiannya berupa gejala gerak manusia, maka lahirlah beberapa sub
disiplin ilmu baru, yang selanjutnya ilmu terapan ini dipakai landasan
professional bidang keolahragaan.
Untuk menyiapkan tenaga professional di bidang
keolahragaan, dibutuhkan peningkatan dan penataan landasan keilmuan yang kokoh
sebagai dasar bagi pemberian layanan professional.
Persoalan berikutnya yaitu : bagaimana struktur ilmu
keolahragaan yang mendasari profesi dibidang keolahragaan? Untuk itu maka perlu
dijelaskan objek medan
kajiannya dan metodologi yang telah dikembangkan.
Objek kajian ilmu olahragaan ialah gerak manusia, yakni
manusia yang menggerakkan dirinya dengan sabar dan sengaja. Berkaitan dengan
hal ini, maka jika kita hubungkan dengan medan
kajian di bidnag pedagogi, objek kajiannya yang utama ialah gerak manusia dalam
rangka pendidikan dan pembentukan.
Selanjutnya, metodologi penelitian yang telah diterapkan
pada dasarkan meminjam metode yang telah berkembang, baik dalam pengetahuan
alam dan pengetahuan social, sesuai dengan subdisiplin ileh yang dikembangkan.
Patut diketahui, paradigma ilmu keolahragaan memang
tergolong muda, karena itu berkembang melalui sejumlah ilmu dasar sebagai
pengantar. Konsep-konsep yang relevan dipinjam dalam rangka menelaah gejala
yang terdapat dalam keolahrgaan. Sebagai contoh : sosiologi olahraga mulai
dikembangkan pada tahun 1950-an di Amerika Serikat (AS). Mula-mula konsep utama
dari sosiologi digunakan untuk mengkaji olahraga sebagai gejala social atau
respons budaya, kemudian lambat laun sosiologi olahraga itu berkembang sendiri
secara mandiri.
Yang dianut di Indonesia yatu pandangan bahwa Ilmu
Keolahragaan tidaklah berdiri sendiri, melainkan bersifat integrative.
Karakteristik utama yaitu terjadi lintas disiplin antara disiplin yag terkait
dan relevan. Meskipun ada gejala bahwa sejumlah sub-disiplin itu saling terkait
dan terpadu, juga kuat kecenderungan berupa diverifikasi dan spesifikasi sampai
akhirnya subdisiplin ilmu itu yang semula hanya mencapai taraf teori kian lama
berkembang secara mandiri dan diakui.
Agar jelas kaitan antara ilmu yang menjadi akar dari
sejumlah subdisiplin ilmu keolahragaan yang ada sekarang, maka disajikan : (1)
Taksonomi Ilmu Keolahragaan, (2) Matrik Ilmu Keolahragaan, (3) Batang tubuh
Pohon Ilmu Keolahragaan, dan (4) Posisi Ilmu Keolahragaan dalam Batang Tubuh
Pohon Ilmu Kependidikan (Fortius, 02/29 : 9 -12), pada halaman 28,29,30 dan 31.
Metodologi Pelatihan
Sebelum menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan
Meodologi Pelatihan, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian coaching
(pelatihan dan pengertian coach (pelatih).
Kata coachin (pelatihan) mempunyai hubungan yang erat
dengan kara coach (pelatihan). Coach merupakan satu kata yan sudah terbiasa
diucapkan dan didengar oleh para olahragawan atau oleh para pencita olahraga
yang berarti pelatih. Sedangkan coaching adalah satu proses peberian pola,
aturan dan pengerian untuk belajar dalam kondisi yang baik. Dalam kondisi yang
baik (kondusif) pelajar atau atlit dapat melakukan kegiatan belajar atau latihan
dengan baik yang selanjutnya pada satu saat diharapkan terjadi perubahan
perilaku yang tadinya tidak dapat menjadi dapat, yang tadinya tidak terampil
menjadi terampil.
Dengan demikian dapar dipahami bahwa pelatihan merupakan
salah satu kunci tercapainya prestasi individu, maka sudah seharusnya
kepelatihan dilaksanakan dengan baik-baiknya. Agar pelatihan dapat dilaksanakan
dengan baik, maka pelatihanharusmengetahui cara-cara tentang pelatihan yang
disebut Metodologi Pelatihan. Metodologi pelatihan adalah ilmu pengetahuan tentang metode-metode yang
digunakan dalam proses pelatihan (Suharo, 1993 :3) Metodologi Pelatihan harus
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Dalam beberapa tahun terakhir ini, prestasi olahraga telah
menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Prestasi olahraga yang pada mulanya
dibayangkan sangat mustahil untuk dapat dicapai, kini telah menjadi begitu
mudah, bahkan banyak kemajuan yang sangat pesat di bidang penelitian serta
teknologi pelatihan dalam upaya peningkatan prestasi seorang atlit.
Berbagai penelitian dalam disiplin ilmu yang terkait
telah banyak menunjang peningkatan system latihan. Demikian pula perkembangan
teknologi yang sangat pesat melalui pengadaan sarana yang canggih, menciptakan
suatu metode latihan yang mutahir. Sebagai contoh, para ahli Sport Psyhologi
telah banyak mengungkapkan tentang pengaruh motivasi terhadap penampilan
seorang atlit dalam nomor perorangan maupun cabang olahraga beregu. Biomekanika
olahraga yang menjelaskan tentang prinsip-prinsip gerak/gaya telah banyak
memberikan dukungan terciptanya suatu metode latihan tentnag efisiensi serta
efektifitas gerak dari seorang atlit. Adapun Fisiologi olahraga yang membahas
tentang fungsi alat-alat tubuh selama latihan serta sistem metabolisme membawa
dampak yang sangat positif terhadap penyusunan program latihan seorang atlit.
Selanjutnya, perkembangan teknologi seperti penemuan alat-alat elektronik yang
canggih seperti video camera mendorong ke arah metode latihan yang lebih efektif.
Demikian pula, penemuan dalam alat olahraga seperti sepatu, sepeda, lembing,
galah dan pakaian olahraga yang telah banyak membawa dampak yang positif
terhadap prestasi atlit. Ke semuanya ini telah membawa perubahan yang dratis
terhadap perkembangan pembinaan olahraga prestasi dengan demikian tidak musthil
peningkatan prestasi seorang atlit pada masa kini sangat mencolok. Selama
latihan seorang atlit mengalami berbagai reaksi di dalam dirinya, hal ini dapat
dijelaskan secara ilmiah melalui berbagai disiplin ilmu yang terkait seperti
phisiologi, anatomi, mekanika, psikologi atau disiplin ilmu yang terkait
lainnya. Bagan di bawah ini menggambarkan beberapa disiplin ilmu yang
mengdukung pengayaan teori dan metodologi pelatihan (Bompa, 990:2).
Pada masa kini keberhasilan seorang pelatih banyak
ditunjang oleh pengayaan pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmiah terkait yng
dimiliki oleh pelatih itu sendiri, di samping kaya pengalaman serta kematangan
pribadinya. Para ilmuawan telah banyak
melakukan penelitian ini di dalam laboratorium guna mempelajari factor-faktor
yang sangat mempengaruhi peningkatan prestasi olahraga. Bahkan di beberapa
Negara, olahraga prestasi merupakan salah satu yang penting didalam kehidupan
masyarakat hingga semua pihak dilibatkan guna peningkatan prestasi atlitnya.
Tujuan utama bagi seorang pelatih olahraga prestasi
adlaah berusaha membantu meningkatkan prestasi atlitnya semaksimal mungkin.
Untuk itu, pelatih perlu senantiasa meningkatkan pengetahuannya di dalam
metodologi melatih dengan cara lebih terbuka dalam menanggapi perkembagan ilmu
pengetahuan serta teknologi masa kini. Telah dikemukakan di atas bahwa banyak
disiplin ilmu yang telah membawa perobahan yang positif dalam peningkatan
metodologi pelatihan guna tercapainya prestasi atlit yang optimal. Di bawah
digambarkan beberapa factor yang menunjang tercapainya prestasi optimal seorang
atlit (Bompa, 1990 : 14).
Banyak literature yang menunjukkan bahwa keberhasilan
pelatihn ditentukan oleh ilmu dan seni. Pernyatana tersebut menunjukkan bahwa
dalam kepelatihn sangat diperlukan kreativitas serta inteprestasi individual
terhadap atlit serta situasi yang dihadapi. Oleh karenanya bila seorang pelatih
ingin berhasil, dalam pelatihnaya harus mengembangkan pendekatan yang sifatnya
unik untuk menghadapi keadaan yang menghadangnya. Pendekaran unik ini dapat
diraih dengan memperbanyak pengalaman, sehingga mempunyai kepekaan tinggi yang
pada gilirannya dapat dijadikan sebagai tuntunan atau pedoman untuk membantu
keputusan. Telah diutarakan bahwa aspek kreativitas diperlukan di dalam
kepelatihan, namun demikian tidka berarti tanpa berlandasan keilmuan.
Sebagai konsekuensi yang harus dilakukan sebagai seorang
professional, maka seorang pelatih harus menjadi konsumen (pemakai) riset-riset
yang dihasilkan oleh para pakar ilmuan olahraga. Untuk meningkatkan pelatihan,
seorang pelatih dituntut secara terus-menerus memperbarui dan memodifikasi
praktik pelatihan yang dilakukan, dan ini semua dapat terlaksana bilaman
pelatih memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip dari disiplin ilmu yang
relevan dengan olahraga, juga latihan secara teratur berusaha mendapatkan
pengetahuan baru dimasukkan ke dalam ilmu olahraga. Usaha-usaha di atas
dilakukan tidak berarti seorang pelatihan harus menjadikan dirinya seorang
ilmuwan, namun cukup berkualifikasi sebagai professional yang berusaha menjadi
konsumen dan pengaplikasi informasi-informasi ilmiah.
Sudah jelas bahwa pelatihan meningkatkan atlit;
peningkatan ini diharapkan tidak hanya terjadi pada keterampilan berolahraganya
semata, namun peningkatan diharapkan pula terjadi pada aspek-aspek lainnya.
Dengan beban kerja seperti yang telah digambarkan di atas, sudah tentu pelatih
mempunyai tugas yang ber. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut, seorang
pelatih dituntut memenuhi persyaratan tertentu, bilamana menginginkan
keberhasilan dalam pelatihannya.
Kriteria pelatih yang baik
Banyak ahli di bidang telah memberikan pandangannya tentang
kualifikasi yang harus dipenuhi bilaman seornag pelatih menginginkan dirinya menjadi
seorang pelatih yang baik, di antaranya seperti berikut : Rice (1975)
menyebutkan bahwa terdapat 4 kualitas
yang memeberi cirri-ciri pelatihan yang baik, yaitu :
1.
Kemampuan professional sebagai
guru, baru kemudian menjadi pelatih. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa
proses mengajar (teaching) adalah sangat penting, baik formal (di dalam kelas)
ataupun dalam aktivitas olahraga, dan ini tidak berarti bahwa pelatihan lebih
kurang penting dibandingkan dengan pengajaran di sekolah, atau sebaliknya.
Namun sebenarnya dan seharusnya keduanya baik pengajar maupun pelatih tela h
termasuk di dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Program olahraga merupakan
bagan dari program pendidikan, sehingga program olahraga harus sesuai serta
harmonis dengan tujuan pendidikan lainnya. Hanya satu hal yang membedakan
antara pelatih dan pengajar olahraga, yitu pelatih lebih banyak berhubungan
dengan prestasi siswa dengan tingkat kemampuan lebih tinggi, dibandingkan
dengan tingkat kemampuan siswa pada profesi pengajar.
2.
mengetahui cara melatihnya
(coachingnya). Dalam kaitan ini pengalaman sebagai pemain dapat dipergunakan
dalam melatih, meskipun tidak selalu dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan
pelatihan.
3.
Kepribadian yang baik.
Kepribadian yang dimiliki seorang guru menentukan ukuran sebagai guru yang
baik. Pelatih yang baik juga mempunyai kualitas pribadi yang menarik, sehingga
atlit yng dilatih atau dalam bimbingannya menjadi loyal serta berusaha untuk
melakukan perintahnya, dengan tidka merasa terpaksa.
4.
Karakter. Salah satu kualitas
dasar yang harus dipenuhi oleh pelatih adalah masalah karakter. Hal ini sangat
penting bagi profesi pelatihan, sebab karakter ini dapat menunjukkan, siapa
kita?, bagaimana kita?, dan apa yang orang fikirkan tentang kita? Selain itu
pelatih berasa dalam posisi yang mempunyai pengaruh cukup kuat untuk menanamkan
kehidupan yang baik kepada orang lain. Oleh karena itu karakter ini merupakan
salah satu tes untuk sesuai tidaknya seseorang memangku jabatan dalam profesi
pelatihan.
Me Kinney (1075) berpendapat bahwa pelatih yagng baik
mempunyai kemampuan sebagai berikut :
1.
Mempunyai kemampuan untuk
membantu atlit dalam mengaktualisasikan potensinya.
2.
Bila membentuk tim, didasarkan
pada keterampilan individu yang telah diajarkannya.
3.
Mempunyai pengetahuan dan
keterampilan teknsi yang seimbang.
4.
Mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan tingkat intelektual dengan keterampilan neuromuskuler atlitnya.
5.
Mampu menerapkan
prinsip-prinsip ilmiah dalam membentuk kondisi atlit.
6.
Lebih mementingkan pada unsure
pendidikan secara utuh, baru kemudian pada unsure pelatihan.
7.
membenci kekalahan, tetapi
tidka mencari kemenangan dengan berbagai cara yang tidak etis.
8.
Mempunyai kemampuan untuk mengendalikan
dirinya kea rah penyimpangan profesinya.
9.
Mempunyai kemampuan untuk melakukan
penilaian dengan rentang yang luas terhadap partisipasi atlitnya.
10.
Mampu menyatakan bahwa
keberhasilannya adalah kerja timnya kepada media kpomunikasi.
11.
Mempunyai kemampuan untuk
selalu dihormati oleh atlit dan teman-temannya.
12.
Mempunyai dedikasi yang tinggi
terhadap profesinya.
Kriteria-kriteria
yang dikemukan di atas, satu sama lain mempunyai perbedaan, hal ini dikarenakan
titik tolak cara memandang suatu permasalahan berangkat dari sisi yang berbeda.
Namun demikian, dari berbagai criteria dan persyaratan yang dikemukakan dapat
dirangkum menjaid satu, sehingga kita mendapat pedoman yang mudha difahami.
Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya untuk memperoleh
keberhasilan dalam kepelatihan dibutuhkan 3 kemampuan utama, yaitu : (1)
pengetahuan, (2) Keterampilan (skill), (3) dan sikap hidup (fisafat).
1.
Pengetahuan/ilmu diperlukan
untuk melakukan pengkajian teoritis mengenai masalah yang berhubungan dengan
pelatihan. Ilmu-ilmu yang dibutuhkan tersebut adalah ilmu-ilmu utama tentang masalah keolahragaan
dan ilmu-ilmu dari bidang studi lainnya sebagai penunjang untuk latihan.
2.
Sorang teknis. Satu hal yang
tiada dapat disangkal bahwa seorang pelatih harus mempunyai keterampilan dalam
bidang keolahragaan. Keterampilan ini dapat mempermudah dalam menyampaikan
materi kepada atlit yang dibina. Meskipun demikian tidak berarti bahwa
keterampilan teknis yang dikuasai selalu
berhasil untuk mencapai yang diharapkan.
b.
Keterampilan konseptual.
Pelatih dalam melaksanakan tugasnya bertindak sebagai pemimpin , oleh karenanya keterampilan konseptual sangat
diperlukan. Seorang pemimpin yang berhasil biasanya inovatif dan kreatif.,
mempunyai kemampuan membuat keputusan serta memecahkan permasalahan. Seorang
pelatih yang mempunyai keterampilan konseptual mampu melihat keadaan dengan
analisisnya dan mampu pula memberikan konsep atau gagasan baru yang sangat
diperlukan oleh atlitnya.
c.
Keterampilan manajerial.
Seorang pelatih dalam melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengann orang
lain. Oleh karena itu keterampilan dalam mengelola manusia sangat diperlukan.
Kemampuan sebagai manager olahraga harus dikembangkan dan sebagai konsekuensi
logis sorang pelatih harus meningkatkan keterampilannya dalam bidang manajemen.
d. Keterampilan hubungan antarpersonal.
Seorang pelatih harus mampu memberikan motivasi kepada atlitnya. Namun demikian
perlu difikirkan, siapa yang akan diberi motivasi ? Bagaimana perangainya dan
karakternya ? Dalam keadaan bagaimana kondisi pada saat itu ? Dan masih banyak
lagi hal-hal yang perlu dipertimbangkan , kadang-kadang diabaikan dan
memberikan tindakan yang sama kepada
seluruh atlit. Jelas hal ini akan mebimbulkan salah pengertian. Komunikasi
antara pelatih dan atlit tidak akan berjalan dengan baik. Sebagai akibat
gagalnya komunikasi ini, apa yang diharapkan dalam pelatihan tidak akan
terwujud. Dengan kata lain pelatihan yang dilaksanakan mengalami kegagalan.
3. Sikap hidup/fiilsafat. Pelatih harus sadar
di mana dia berada, sehingga sikap serta perilaku yang dibawakannya tidak
berbeda dengan sistem yang dianut atlitnya dan masyarakat sekitarnya.
Rangkuman
Pelatih merupakan salah satu kunci tercapainya
prestasi individu, oleh karena itu sudah srharunya pelatihan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Metodologi pelatihan harus dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah
(scientific approach).
Selama latihan seorang atlit mengalami berbagai
reaksi dalam dirinya, hal ini dapat dijelaskan secara ilmiah melalui berbagai
disiplin ilmu yang terkait seperti : fisiologi, anatomi, mekanika, psikologi
atau disiplin ilmu lainnya yang terkait.
Tujuan utama bagi seorang pelatih olahraga
prestasi adalah berusaha membantu meningkatkan prestasi atlitnya semaksimal
mungkin. Untuk itu, pelatih perlu senantiasa mengingkatkan pengetahuan
metodologi melatihnya secara lebih terbuka dalam menanggapi perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi masa kini. Telah dikemukakan bahwa banyak disiplin
ilmu yang telah membawa perubahan yang positif dalam meningkatkan metodologi
pelatihan guna tercapainya prestasi atlit yang optimal.
Konsekuensi yang harus dilakukan sebagai
profesional, seorang pelatih harus menjadi konsumen (pemakai) riset-riset yang
dihasilkan oleh ilmuwan olahraga. Untuk meningkatkan pelatihan, seorang pelatih
dituntut secara terus menerus memperbaharui dan memodifikasi praktek pelatihan
yang dilakukan, dan ini semua dapat terlaksana belamana pelatih memiliki
pemahaman tentang prinsip-prinsip dari disiplin ilmu yang relevan dengan
olahraga, juga pelatih secara teratur berusaha mendapatkan pengetahuan baru dimasukkan
ke dalam ilmu olahraga. Usaha-usaha di atas dilakukan tidak berati pelatih
harus dijadikan dirinya seorang ilmuwan, namun cukup berkualifikasi
informasi-informasi ilmiah.
Bila seorang pelatih menginginkan dirinya menjadi
pelatih yang baik, maka ia harus memenuhi beberapa kualifikasi. Pada dasarnya
kualifikasi yang harus dipenuhi agar seorang pelatih memperoleh keberhasilan
dalam pelatihannya, dibutuhkan 3 kemampuan utama, yaitu :
1. Pengetahuan/ ilmu yang diperlukan untuk
melakukan pengkajian teoretis mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
pelatihan. Ilmu-ilmu yang dibutuhkan tersebut adalah ilmu-ilmu utama tentang
masalah keolahragaan dan ilmu-ilmu dari bidang studi lainnya sebagai penunjang
untuk pelatihan.
2. Seorang pelatih harus mempunyai keterampilan
yang memadai, diantaranya adalah :
- Keterampilan Teknis.
- Keterampilan Konseptual
- Keterampilan Menejerial, dan
- Keterampilan Hubungan Antar-personal.
3. Sikap Hidup/Filsafat. Pelatih harus sadar
dimana dia berada, sehingga sikap serta perilakunya tidak berbeda dengan sistem
yang dianut atlit-atlit dan masyarakat di sekitarnya.
Tugas
1. Coba Anda jelaskan pengertian tentang
“pengetahuan”dan “ilmu”!
2. Apa bedanya pengertian inter-disiplin dan
cross-disiplin ? Coba uraikan !
3.
Sebutkan dimensi Theory
field menurut Olympic Scientific Congress di Quebec ! Apa bedanya
dengan dimensi Haag.
4.
Menurut Anda, termasuk ke dalam
bidang manakah ilmu pelatihan ?
5.
Apa objek kajian ilmu
keolahragaan ? Coba jelaskan !
6.
Coba jelaskan arti Coach dan
Coaching!
7.
Kenapa prestasi olahraga dapat
menunjukkan kemajuan yang sangat pesat ?
8.
Mengapa seorang pelatih harus
mengetahui perkembangan ilmu dan teknologi yang relevan?
9.
Apa pengaruh Sport
Psychologi terhadap pelatihan ?
10.
Coba sebutkan beberapa disiplin
ilmu mendukung pengayaan teori dalam metodologi pelatihan ?
11.
Sebutkan cirri-ciri seorang
pelatih yang baik.
12.
Kemampua apa yang harus
dipunyai oleh seorang pelatih
13.
Mengapa seorang pelatih harus
mempunyai keterampilan manajerial ?
Sumber Acuan
- Bompa, Tudor O.,(1990). Theory and Methodology of Trainin : The Key to Athheltic Performance, Dubuque, Iowa : Kendall/ Hunt Publishing Company.
- Buletin ISORI, (1992). Fortius nomor : 002/92, Jakarta : Hepico.
- Harsuki, (1988). Penerapan Ilmu dan Teknologi Mutlak Dilakukan untuk Mencapai Prestasi Tinggi di Bidang Olahraga, Jakarta : FPOK Jakarta.
- Rusli Lutan, (1989). Pengembangan Sport Pedagogi : Implikasi Teoretis dan Praktis, Bandung : FPOK Bandung.
- Brooks, G.A.,(1981). What Is Discipline of Physical Education, Champaign, Illionis : Human Kinetics Publisher, Inc.
- Concepts of Sports Sciences, (1975).,Jakarta : PIO KONI Pusat.
- Henry, F.M.,(1981). Physical Education : An Academics Discipline, Champaign, Illinois : Human Kinetics Publishe, Inc.
- Mc Kinsey, Wayne C.,(1975). What is a Good Coach,.lm14 dalam The Principles and Problems of Coaching), Illinois : Charless C. Thomas Reblishers.
- Rice Henry M.,(1975). Qualities of a Good Coaching “lm14 in The Principles and Problems of Coaching, Illinois; Charless C. Thomas Publishers.
- Suharno, HP., (1993). Metodologi Pelatihan, .Im14 Yogyakarta : FPOK IKIP Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment