KATA SAMBUTAN BLOGGER TGL PEMBUATAN 01 MEI 2013

PERHATIAN BUAT TEMAN-TEMAN SEMUA YANG SELALU MENGUNJUNGI BLOGGER SAYA JIKA INGIN MAKALAHNYA LENGKAP DARI BAB I SAMPAI BAB III /IV SILAHKAN DI DOWNLOAD FILENYA , OK....

Thursday, November 28, 2013

Pengantar Ilmu Pelatihan Dasar



BAB 2
Pengantar Ilmu Pelatihan Dasar

S
ebelum membahas hakikat ilku keolahragaan, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian mengnai pengetahuan dan ilmu. Pengetahuan dan ilmu sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Pada literature bahasa Inggris, pengetahuan adalah terjemahan dari knowledge sedangkan ilmu terjemahan dari science. Namun dewasa ini khususnya di Indonesia, istilah ilmu pengetahuan telah lazim dipergunakan untuk menterjemahkan science. Seperti yang digunakan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) istilah “Ilmu Pengetahuan” untuk science. Demikian pula istilah yang digunakan dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yaitu Ilmu Pengerahuan. Lalu apa bedanya ilmu pengetahuan dan ilmu? Mungkin telah sering kita dengar kata homo sapien atau makhluk yang berfikir. Memang berfikir meruakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia, di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khsanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehiduan kita. Setiap jenis pengetahuan mempunyai cirri-ciri yang spesifik mengenai: (1) apa (ontology), (2) bagaimana (epistemology), dan (3) untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun (Harsuki, 1988 : 12).
Jadi semua pengetahuan, apakah itu ilmu, seni atau pengetahuan apa saja, pada dasarnya mempunyai ketiga landasan ini. Yang berbeda adalah materi perwujudannya serta sejauh mana landasan-landasan dari ketiga aspek ini diperkembangkan dan dilaksanakan. Dari semua yang ada, ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologism, epistemoogis dan aksiologisnya telah jauh berkembang dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain, dan dilaksanakan dengan penuh konsekuen dan penuh disiplin.   Dari pengertian inilah sebenarnya berkemabang pengertian ilmu sebagai disiplin, yakni pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainnya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya. Dengan demikian ilmu dapat dikatakan merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara logis, sistematis dan konsisten serta kebenarannya telah teruji secara empiris.
Sedangkan istilah teknologi berasal dari Yunani yaitu techne yang berarti art dan craft, tetapi pada umumnya digunkana dalam dua pengetian yang terbatas (Harsuki 1988: 12)
Dalam pengertian yang sempit, teknologi mengarah hanya pada proses industri yang mengoperasikan keterampilan dengan sukses, sedangkan dalam pengetian yang luas, teknologi berarti semua proses yang berkaitan dengam materi. Teknologi harus selalu dipelajari apakah dalam bentuk keterampilan tangan atau sebagai aplikasi dari ilmu.
Pada dasarnya pengetahuan dapat didefinisikan secara umum tentang pemahaman kita terhadap suatu objek tertentu. Gabungan seperangkat pemahaman terhadap objek tertentu  yang telah teruji secara empiris dinamakan ilmu. Sifat ilmu adalah spekulatif, aertinya kebenaran ilmu terikat oleh lingkup uang dan waktu, bila kemudian hari kita temukan ilmu lain yang lebih fungsional, maka ilmu  terdahulu aka tekalahkan dan dianggap kurang (tidak) sahih lagi. Ilmu dapat diubah, seiring dan diuji melalui penelitian eksperimen yang terkontrol. Menurut Hebb (1974), Bila gagasan-gagasan ilmu telah bergeser dari domein speakulatif ke domein pasti, maka ilmu berubah menjadi teknologi. (Fortius, 02/92/: 21).
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) memainkan peranan yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia, tanpa pendekatan-pendekatan iptek suatu bangsa akan sulit mengembangkan potensi internal uang dimilikinnya. Ekspansi iptek menarik, yang pada pentahapan lebih lanjut akan menempatkan olahraga sebagai tontonan, seni, dan sekaligus obsesi manusia.
Mengamati satu gerakan komplek dalam olahraga, berarti kita mencoba menelusuri dan memilah-milah gerakan tersebut sebelum menjadi suatu gerakan yang layak tonton. Kontribusi konkret iptek dalam dunia olahraga adalah dengan mendorong Lembaga Pendidikan Tinggi Keolahragaan mempelajari dan menganalisis gerakan motorik manusia, melalui ilmu-ilmu anatonim, fisiologi, bomekanika, belajar motorik dan neurology. Bertitik tolak dari iptek inilah Jerman Barat mampu memprediksi remaja Boris Becker dan Stefi Graff menjadi juara dunia.
Dan iptek pulalah  yang mampu menjelaskan, mengontrol dan  meramalkan pemecahan-pemecahan rector dunia renang oleh Janet Evans (perenang AS). Dua contoh di atas merupakan pengerjawantahan iptek yang diterapkan secara benar pada olahraga yang sudah dilakukan di Negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa.
Dalam membahas Ilmu Keolahragaan ini tidak akam didiskusikan lebih lanjut tentnag peristilahan olahraga, pendidikan jasmani, sport science, physicalculture, gymnologie dan istilah-istilah lainnya. Istilah olahraga yang digunakan di sini adalah olahraga yang oleh para ahli telah disepakati bahwa olahraga merupakan disiplin ilmu (academic discripline) yang dipelajari di pergurua tinggi.
Mengenai disiplin ilmu dari Ilmu Keolahragaan ini Hery mengatakan An academic discipline is an orgabized body of knowledge collectively embraced in a formal cours of learning (Harsuki, 1988: 13). Lebih lanjut dikatakannya bahwa sesungguhnya bidang ilmu pengetahuan olahraga inilah yang dipelajari di perguruan tinggi. Ini terdiri porsi-porsi tertentu dari disiplin ilmu lainnya seperti anatomi, fisika, fisiologi, antropologi budaya, sejarah, sosiologidna psikologi. Fokus  perhatinnya adalah pada studi tentang manusia sebagai individu, yang ikut dalam penampila motorik (motor performance) yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dan pada penamilan motorik lainnya yang menghasilkan nilai yang estitis, menerima tantangan-tantangan dari kemampuannya untuk melawan keadaan lingkungan yang tidak bersahabat, dan ikut sertanya dalam kegiatan pengisian waktu luang yang telah menjadi penting artinya dalam kebudayaan.
Kemudian timbul pertanyaan bagaimanakah pendekarannya? Apakah inter-discipline ataukah cross-discipline? Untuk itu perlu diberikan sedikit penjelasan tentang apakah yang disebut inter-discripline dan apa pula yang disebut cross-discipline. Yang disebut inter-discipline adalah bilamana disiplinitu didasarkan pada pengetahuan yang dilengkapi (supply) oleh disiplin ilmu yang lain, sebagai contoh anatom, fisiologi, sikologi dan sebagainya. Oleh karena itu mahasiswa dari pendidikan olahraga mempelajari dan mengambil bahan studi dari disiplin ilmu yang lain. Pada mahasiswa tersebut kemudian membawa pengetahuanya kembali kekalangan pendidikan olahraga.
Dalam pendekatan cross-discipline di bidang pendidikan olahraga, pelajaran-pelajaran yang ada didalam pendidikan olahraga itu difokuskan pada berbagai aspek dari disiplin ilmu, seperti: exercise physiology, motor learning, sport phychology, motor development dan lain sebagaimanaya. Umumnya mahasiswa tingkat permulaan wajib mengambil pelajaran seperti : anatomi, kimia, fisika, statistic, psikologi, antropologi, sosiologi dan lain-lain, untuk mempersiapkan mereka dalam peningkatan kerja di bidang pendidikan olahraga. Bila para mahasiswa tersebut telah selesai dengan pelajaran wajib dan akan menerapkan pengerahuannya dari disiplin ilmu yang lain.
Untuk mengerti human movement (gerak manusia), maka pendekatan demikian adalah pendekatan cross-discipline.
Kelompok ilmuawan yang menamakan ilmu keolahragaan sebagai disiplin ilmu (sport sciences) telah diperkenalkan di Jerman Barat pada tahun 70-an dipelopori oleh Prof. Dr. Hebert Haag. Menurut Haag, ilmu keolahragaan mempunyai batang tubuh keilmuan yang terdiri dari 3 dimensi (matra), yaitu : (1) Dimensi theori fields, (2) Dimensi research, dan (3) Dimensi sport discripline (Sport Sciences. 1975 : 17).
Yang dimaksud dengan theori field adalah ilmu yang menunjang ilmu keolahragaan berdasarkan pendekatan teori yang relevan, menjadi sebuah rumpun atau bidang-bidang, yang menurut Haag ada 7 bidang, yaitu :
  1. Sport medicine
  2. Sport biomechanics
  3. Sport psychology
  4. Sport pedagogy
  5. Sport history
  6. Sport sociology
  7. Sport philosophy
Sedangkan dimensi penelitian kiranya kita semua sudah memakluminya, sebab tanpa research ilmu tidak akan berkembang.
Yang dimaksud dengan dimensi sport discipline adalah cabang-cabang olahraga seperti Atlitik, Renang, Sepakbla dan sebagainnya.
Dimensi theory field yang lebih sistematis telah dikemukakan oleh Olympic Scientific Congres di Quebec dalam acara rangkaian Olympiade Momentreal tahun 1976, sebagai berikut:
1.      Humanity, seperti sport philosophy, sport teology.
2.      biological scences, seperti sport medicine, sport physiology, sport biomechanics, dll.
3.      Behavioral sciences, seperti sport pedagogy, sport psychology, sport sociology, dll.
4.      Management science, seperti sport management, sport infra structure, sport communication and mass media, dll.
Pendekatan-pendekatan tersebut di atas, dapatkita adaptasi untuk mengembangkan batang tubuh ilmu keolahragaan di Indonesia, meskipun akan kita hadapi kesulitan dalam meletakakkan bidang-bidang teori yang relevan. Sebagai contoh, : Exercise Sciences (Ilmu Pengetahuan Latihan) berkembang pesat dewasa ini. Termasuk ke dalam kapling manakah ilmu kepelatihan? Apakah dapat diklaim sebagai subdisiplin yang mandiri, seperti halnya perkembangan teori belajar keterampilan motorik, meskiun cikal bakalnya bersumber pada psikologi dan neuro-fisiologi. Keuntungan yag bisa kita raih dari pendekata tersebut ialah, bahwa kita akan bisa mambagi-bagi wilayah kajian kita dan kemudian pada gilirannya, kegiatan penelitian dan pengembangan sebagai kunci pengembangan batang tubuh keilmuan itu akan mensuplai masing-masing bidang teori yang relevan.
Dalam upaya mengidentifikasi subdisplin ilmu keolah-ragaan, maka kita menganut pendekatan pengelompokkan berdasarkan bidang teori. Karena itu akan nampak beberapa ilmu yang telah mapan sebagai akarnya. Dengan objek kajiannya berupa gejala gerak manusia, maka lahirlah beberapa sub disiplin ilmu baru, yang selanjutnya ilmu terapan ini dipakai landasan professional bidang keolahragaan.
Untuk menyiapkan tenaga professional di bidang keolahragaan, dibutuhkan peningkatan dan penataan landasan keilmuan yang kokoh sebagai dasar bagi pemberian layanan professional.
Persoalan berikutnya yaitu : bagaimana struktur ilmu keolahragaan yang mendasari profesi dibidang keolahragaan? Untuk itu maka perlu dijelaskan objek medan kajiannya dan metodologi yang telah dikembangkan.
Objek kajian ilmu olahragaan ialah gerak manusia, yakni manusia yang menggerakkan dirinya dengan sabar dan sengaja. Berkaitan dengan hal ini, maka jika kita hubungkan dengan medan kajian di bidnag pedagogi, objek kajiannya yang utama ialah gerak manusia dalam rangka pendidikan dan pembentukan.
Selanjutnya, metodologi penelitian yang telah diterapkan pada dasarkan meminjam metode yang telah berkembang, baik dalam pengetahuan alam dan pengetahuan social, sesuai dengan subdisiplin ileh yang dikembangkan.
Patut diketahui, paradigma ilmu keolahragaan memang tergolong muda, karena itu berkembang melalui sejumlah ilmu dasar sebagai pengantar. Konsep-konsep yang relevan dipinjam dalam rangka menelaah gejala yang terdapat dalam keolahrgaan. Sebagai contoh : sosiologi olahraga mulai dikembangkan pada tahun 1950-an di Amerika Serikat (AS). Mula-mula konsep utama dari sosiologi digunakan untuk mengkaji olahraga sebagai gejala social atau respons budaya, kemudian lambat laun sosiologi olahraga itu berkembang sendiri secara mandiri.  
Yang dianut di Indonesia yatu pandangan bahwa Ilmu Keolahragaan tidaklah berdiri sendiri, melainkan bersifat integrative. Karakteristik utama yaitu terjadi lintas disiplin antara disiplin yag terkait dan relevan. Meskipun ada gejala bahwa sejumlah sub-disiplin itu saling terkait dan terpadu, juga kuat kecenderungan berupa diverifikasi dan spesifikasi sampai akhirnya subdisiplin ilmu itu yang semula hanya mencapai taraf teori kian lama berkembang secara mandiri dan diakui.
Agar jelas kaitan antara ilmu yang menjadi akar dari sejumlah subdisiplin ilmu keolahragaan yang ada sekarang, maka disajikan : (1) Taksonomi Ilmu Keolahragaan, (2) Matrik Ilmu Keolahragaan, (3) Batang tubuh Pohon Ilmu Keolahragaan, dan (4) Posisi Ilmu Keolahragaan dalam Batang Tubuh Pohon Ilmu Kependidikan (Fortius, 02/29 : 9 -12), pada halaman 28,29,30 dan 31.












Metodologi Pelatihan
Sebelum menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan Meodologi Pelatihan, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian coaching (pelatihan dan pengertian coach (pelatih).
Kata coachin (pelatihan) mempunyai hubungan yang erat dengan kara coach (pelatihan). Coach merupakan satu kata yan sudah terbiasa diucapkan dan didengar oleh para olahragawan atau oleh para pencita olahraga yang berarti pelatih. Sedangkan coaching adalah satu proses peberian pola, aturan dan pengerian untuk belajar dalam kondisi yang baik. Dalam kondisi yang baik (kondusif) pelajar atau atlit dapat melakukan kegiatan belajar atau latihan dengan baik yang selanjutnya pada satu saat diharapkan terjadi perubahan perilaku yang tadinya tidak dapat menjadi dapat, yang tadinya tidak terampil menjadi terampil.
Dengan demikian dapar dipahami bahwa pelatihan merupakan salah satu kunci tercapainya prestasi individu, maka sudah seharusnya kepelatihan dilaksanakan dengan baik-baiknya. Agar pelatihan dapat dilaksanakan dengan baik, maka pelatihanharusmengetahui cara-cara tentang pelatihan yang disebut Metodologi Pelatihan. Metodologi pelatihan adalah ilmu  pengetahuan tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pelatihan (Suharo, 1993 :3) Metodologi Pelatihan harus dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Dalam beberapa tahun terakhir ini, prestasi olahraga telah menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Prestasi olahraga yang pada mulanya dibayangkan sangat mustahil untuk dapat dicapai, kini telah menjadi begitu mudah, bahkan banyak kemajuan yang sangat pesat di bidang penelitian serta teknologi pelatihan dalam upaya peningkatan prestasi seorang atlit.
Berbagai penelitian dalam disiplin ilmu yang terkait telah banyak menunjang peningkatan system latihan. Demikian pula perkembangan teknologi yang sangat pesat melalui pengadaan sarana yang canggih, menciptakan suatu metode latihan yang mutahir. Sebagai contoh, para ahli Sport Psyhologi telah banyak mengungkapkan tentang pengaruh motivasi terhadap penampilan seorang atlit dalam nomor perorangan maupun cabang olahraga beregu. Biomekanika olahraga yang menjelaskan tentang prinsip-prinsip gerak/gaya telah banyak memberikan dukungan terciptanya suatu metode latihan tentnag efisiensi serta efektifitas gerak dari seorang atlit. Adapun Fisiologi olahraga yang membahas tentang fungsi alat-alat tubuh selama latihan serta sistem metabolisme membawa dampak yang sangat positif terhadap penyusunan program latihan seorang atlit. Selanjutnya, perkembangan teknologi seperti penemuan alat-alat elektronik yang canggih seperti video camera mendorong ke arah metode latihan yang lebih efektif. Demikian pula, penemuan dalam alat olahraga seperti sepatu, sepeda, lembing, galah dan pakaian olahraga yang telah banyak membawa dampak yang positif terhadap prestasi atlit. Ke semuanya ini telah membawa perubahan yang dratis terhadap perkembangan pembinaan olahraga prestasi dengan demikian tidak musthil peningkatan prestasi seorang atlit pada masa kini sangat mencolok. Selama latihan seorang atlit mengalami berbagai reaksi di dalam dirinya, hal ini dapat dijelaskan secara ilmiah melalui berbagai disiplin ilmu yang terkait seperti phisiologi, anatomi, mekanika, psikologi atau disiplin ilmu yang terkait lainnya. Bagan di bawah ini menggambarkan beberapa disiplin ilmu yang mengdukung pengayaan teori dan metodologi pelatihan (Bompa, 990:2).
Pada masa kini keberhasilan seorang pelatih banyak ditunjang oleh pengayaan pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmiah terkait yng dimiliki oleh pelatih itu sendiri, di samping kaya pengalaman serta kematangan pribadinya. Para ilmuawan telah banyak melakukan penelitian ini di dalam laboratorium guna mempelajari factor-faktor yang sangat mempengaruhi peningkatan prestasi olahraga. Bahkan di beberapa Negara, olahraga prestasi merupakan salah satu yang penting didalam kehidupan masyarakat hingga semua pihak dilibatkan guna peningkatan prestasi atlitnya.
Tujuan utama bagi seorang pelatih olahraga prestasi adlaah berusaha membantu meningkatkan prestasi atlitnya semaksimal mungkin. Untuk itu, pelatih perlu senantiasa meningkatkan pengetahuannya di dalam metodologi melatih dengan cara lebih terbuka dalam menanggapi perkembagan ilmu pengetahuan serta teknologi masa kini. Telah dikemukakan di atas bahwa banyak disiplin ilmu yang telah membawa perobahan yang positif dalam peningkatan metodologi pelatihan guna tercapainya prestasi atlit yang optimal. Di bawah digambarkan beberapa factor yang menunjang tercapainya prestasi optimal seorang atlit (Bompa, 1990 : 14). 
Banyak literature yang menunjukkan bahwa keberhasilan pelatihn ditentukan oleh ilmu dan seni. Pernyatana tersebut menunjukkan bahwa dalam kepelatihn sangat diperlukan kreativitas serta inteprestasi individual terhadap atlit serta situasi yang dihadapi. Oleh karenanya bila seorang pelatih ingin berhasil, dalam pelatihnaya harus mengembangkan pendekatan yang sifatnya unik untuk menghadapi keadaan yang menghadangnya. Pendekaran unik ini dapat diraih dengan memperbanyak pengalaman, sehingga mempunyai kepekaan tinggi yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai tuntunan atau pedoman untuk membantu keputusan. Telah diutarakan bahwa aspek kreativitas diperlukan di dalam kepelatihan, namun demikian tidka berarti tanpa berlandasan keilmuan.
Sebagai konsekuensi yang harus dilakukan sebagai seorang professional, maka seorang pelatih harus menjadi konsumen (pemakai) riset-riset yang dihasilkan oleh para pakar ilmuan olahraga. Untuk meningkatkan pelatihan, seorang pelatih dituntut secara terus-menerus memperbarui dan memodifikasi praktik pelatihan yang dilakukan, dan ini semua dapat terlaksana bilaman pelatih memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip dari disiplin ilmu yang relevan dengan olahraga, juga latihan secara teratur berusaha mendapatkan pengetahuan baru dimasukkan ke dalam ilmu olahraga. Usaha-usaha di atas dilakukan tidak berarti seorang pelatihan harus menjadikan dirinya seorang ilmuwan, namun cukup berkualifikasi sebagai professional yang berusaha menjadi konsumen dan pengaplikasi informasi-informasi ilmiah.
Sudah jelas bahwa pelatihan meningkatkan atlit; peningkatan ini diharapkan tidak hanya terjadi pada keterampilan berolahraganya semata, namun peningkatan diharapkan pula terjadi pada aspek-aspek lainnya. Dengan beban kerja seperti yang telah digambarkan di atas, sudah tentu pelatih mempunyai tugas yang ber. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut, seorang pelatih dituntut memenuhi persyaratan tertentu, bilamana menginginkan keberhasilan dalam pelatihannya.
Kriteria pelatih yang baik
Banyak ahli di bidang telah memberikan pandangannya tentang kualifikasi yang harus dipenuhi bilaman seornag pelatih menginginkan dirinya menjadi seorang pelatih yang baik, di antaranya seperti berikut : Rice (1975) menyebutkan bahwa  terdapat 4 kualitas yang memeberi cirri-ciri pelatihan yang baik, yaitu :
1.      Kemampuan professional sebagai guru, baru kemudian menjadi pelatih. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa proses mengajar (teaching) adalah sangat penting, baik formal (di dalam kelas) ataupun dalam aktivitas olahraga, dan ini tidak berarti bahwa pelatihan lebih kurang penting dibandingkan dengan pengajaran di sekolah, atau sebaliknya. Namun sebenarnya dan seharusnya keduanya baik pengajar maupun pelatih tela h termasuk di dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Program olahraga merupakan bagan dari program pendidikan, sehingga program olahraga harus sesuai serta harmonis dengan tujuan pendidikan lainnya. Hanya satu hal yang membedakan antara pelatih dan pengajar olahraga, yitu pelatih lebih banyak berhubungan dengan prestasi siswa dengan tingkat kemampuan lebih tinggi, dibandingkan dengan tingkat kemampuan siswa pada profesi pengajar.
2.      mengetahui cara melatihnya (coachingnya). Dalam kaitan ini pengalaman sebagai pemain dapat dipergunakan dalam melatih, meskipun tidak selalu dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan pelatihan.
3.      Kepribadian yang baik. Kepribadian yang dimiliki seorang guru menentukan ukuran sebagai guru yang baik. Pelatih yang baik juga mempunyai kualitas pribadi yang menarik, sehingga atlit yng dilatih atau dalam bimbingannya menjadi loyal serta berusaha untuk melakukan perintahnya, dengan tidka merasa terpaksa.
4.      Karakter. Salah satu kualitas dasar yang harus dipenuhi oleh pelatih adalah masalah karakter. Hal ini sangat penting bagi profesi pelatihan, sebab karakter ini dapat menunjukkan, siapa kita?, bagaimana kita?, dan apa yang orang fikirkan tentang kita? Selain itu pelatih berasa dalam posisi yang mempunyai pengaruh cukup kuat untuk menanamkan kehidupan yang baik kepada orang lain. Oleh karena itu karakter ini merupakan salah satu tes untuk sesuai tidaknya seseorang memangku jabatan dalam profesi pelatihan.
Me Kinney (1075) berpendapat bahwa pelatih yagng baik mempunyai kemampuan sebagai berikut :
1.            Mempunyai kemampuan untuk membantu atlit dalam mengaktualisasikan potensinya.
2.            Bila membentuk tim, didasarkan pada keterampilan individu yang telah diajarkannya.
3.            Mempunyai pengetahuan dan keterampilan teknsi yang seimbang.
4.            Mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan tingkat intelektual dengan keterampilan neuromuskuler atlitnya.  
5.            Mampu menerapkan prinsip-prinsip ilmiah dalam membentuk kondisi atlit.
6.            Lebih mementingkan pada unsure pendidikan secara utuh, baru kemudian pada unsure pelatihan.
7.            membenci kekalahan, tetapi tidka mencari kemenangan dengan berbagai cara yang tidak etis.
8.            Mempunyai kemampuan untuk mengendalikan dirinya kea rah penyimpangan profesinya.
9.            Mempunyai kemampuan untuk melakukan penilaian dengan rentang yang luas terhadap partisipasi atlitnya.
10.        Mampu menyatakan bahwa keberhasilannya adalah kerja timnya kepada media kpomunikasi.
11.        Mempunyai kemampuan untuk selalu dihormati oleh atlit dan teman-temannya.
12.        Mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap profesinya.
      Kriteria-kriteria yang dikemukan di atas, satu sama lain mempunyai perbedaan, hal ini dikarenakan titik tolak cara memandang suatu permasalahan berangkat dari sisi yang berbeda. Namun demikian, dari berbagai criteria dan persyaratan yang dikemukakan dapat dirangkum menjaid satu, sehingga kita mendapat pedoman yang mudha difahami.
Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya untuk memperoleh keberhasilan dalam kepelatihan dibutuhkan 3 kemampuan utama, yaitu : (1) pengetahuan, (2) Keterampilan (skill), (3) dan sikap hidup (fisafat).
1.      Pengetahuan/ilmu diperlukan untuk melakukan pengkajian teoritis mengenai masalah yang berhubungan dengan pelatihan. Ilmu-ilmu yang dibutuhkan tersebut adalah  ilmu-ilmu utama tentang masalah keolahragaan dan ilmu-ilmu dari bidang studi lainnya sebagai penunjang untuk latihan.
2.      Sorang teknis. Satu hal yang tiada dapat disangkal bahwa seorang pelatih harus mempunyai keterampilan dalam bidang keolahragaan. Keterampilan ini dapat mempermudah dalam menyampaikan materi kepada atlit yang dibina. Meskipun demikian tidak berarti bahwa keterampilan teknis yang dikuasai  selalu berhasil untuk mencapai yang diharapkan.





b.      Keterampilan konseptual. Pelatih dalam melaksanakan tugasnya bertindak sebagai pemimpin ,  oleh karenanya keterampilan konseptual sangat diperlukan. Seorang pemimpin yang berhasil biasanya inovatif dan kreatif., mempunyai kemampuan membuat keputusan serta memecahkan permasalahan. Seorang pelatih yang mempunyai keterampilan konseptual mampu melihat keadaan dengan analisisnya dan mampu pula memberikan konsep atau gagasan baru yang sangat diperlukan oleh atlitnya.
c.       Keterampilan manajerial. Seorang pelatih dalam melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengann orang lain. Oleh karena itu keterampilan dalam mengelola manusia sangat diperlukan. Kemampuan sebagai manager olahraga harus dikembangkan dan sebagai konsekuensi logis sorang pelatih harus meningkatkan keterampilannya dalam bidang manajemen.
d.      Keterampilan hubungan antarpersonal. Seorang pelatih harus mampu memberikan motivasi kepada atlitnya. Namun demikian perlu difikirkan, siapa yang akan diberi motivasi ? Bagaimana perangainya dan karakternya ? Dalam keadaan bagaimana kondisi pada saat itu ? Dan masih banyak lagi hal-hal yang perlu dipertimbangkan , kadang-kadang diabaikan dan memberikan tindakan  yang sama kepada seluruh atlit. Jelas hal ini akan mebimbulkan salah pengertian. Komunikasi antara pelatih dan atlit tidak akan berjalan dengan baik. Sebagai akibat gagalnya komunikasi ini, apa yang diharapkan dalam pelatihan tidak akan terwujud. Dengan kata lain pelatihan yang dilaksanakan mengalami kegagalan.
3.      Sikap hidup/fiilsafat. Pelatih harus sadar di mana dia berada, sehingga sikap serta perilaku yang dibawakannya tidak berbeda dengan sistem yang dianut atlitnya dan masyarakat sekitarnya.

Rangkuman
Pelatih merupakan salah satu kunci tercapainya prestasi individu, oleh karena itu sudah srharunya pelatihan  dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Metodologi pelatihan harus dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).



Selama latihan seorang atlit mengalami berbagai reaksi dalam dirinya, hal ini dapat dijelaskan secara ilmiah melalui berbagai disiplin ilmu yang terkait seperti : fisiologi, anatomi, mekanika, psikologi atau disiplin ilmu lainnya yang terkait.
Tujuan utama bagi seorang pelatih olahraga prestasi adalah berusaha membantu meningkatkan prestasi atlitnya semaksimal mungkin. Untuk itu, pelatih perlu senantiasa mengingkatkan pengetahuan metodologi melatihnya secara lebih terbuka dalam menanggapi perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi masa kini. Telah dikemukakan bahwa banyak disiplin ilmu yang telah membawa perubahan yang positif dalam meningkatkan metodologi pelatihan guna tercapainya prestasi atlit yang optimal.
Konsekuensi yang harus dilakukan sebagai profesional, seorang pelatih harus menjadi konsumen (pemakai) riset-riset yang dihasilkan oleh ilmuwan olahraga. Untuk meningkatkan pelatihan, seorang pelatih dituntut secara terus menerus memperbaharui dan memodifikasi praktek pelatihan yang dilakukan, dan ini semua dapat terlaksana belamana pelatih memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip dari disiplin ilmu yang relevan dengan olahraga, juga pelatih secara teratur berusaha mendapatkan pengetahuan baru dimasukkan ke dalam ilmu olahraga. Usaha-usaha di atas dilakukan tidak berati pelatih harus dijadikan dirinya seorang ilmuwan, namun cukup berkualifikasi informasi-informasi ilmiah.
Bila seorang pelatih menginginkan dirinya menjadi pelatih yang baik, maka ia harus memenuhi beberapa kualifikasi. Pada dasarnya kualifikasi yang harus dipenuhi agar seorang pelatih memperoleh keberhasilan dalam pelatihannya, dibutuhkan 3 kemampuan utama, yaitu :
1.      Pengetahuan/ ilmu yang diperlukan untuk melakukan pengkajian teoretis mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pelatihan. Ilmu-ilmu yang dibutuhkan tersebut adalah ilmu-ilmu utama tentang masalah keolahragaan dan ilmu-ilmu dari bidang studi lainnya sebagai penunjang untuk  pelatihan.
2.      Seorang pelatih harus mempunyai keterampilan yang memadai, diantaranya adalah :
  1. Keterampilan Teknis.
  2. Keterampilan Konseptual
  3. Keterampilan Menejerial, dan
  4. Keterampilan Hubungan Antar-personal.
3.      Sikap Hidup/Filsafat. Pelatih harus sadar dimana dia berada, sehingga sikap serta perilakunya tidak berbeda dengan sistem yang dianut atlit-atlit dan masyarakat di sekitarnya.






Tugas

1.      Coba Anda jelaskan pengertian tentang “pengetahuan”dan “ilmu”!
2.      Apa bedanya pengertian inter-disiplin dan cross-disiplin ? Coba uraikan !
3.      Sebutkan dimensi Theory field menurut Olympic Scientific Congress di Quebec ! Apa bedanya dengan dimensi Haag.
4.      Menurut Anda, termasuk ke dalam bidang manakah ilmu pelatihan ?
5.      Apa objek kajian ilmu keolahragaan ? Coba jelaskan !
6.      Coba jelaskan arti Coach dan Coaching!
7.      Kenapa prestasi olahraga dapat menunjukkan kemajuan yang sangat pesat ?
8.      Mengapa seorang pelatih harus mengetahui perkembangan ilmu dan teknologi yang relevan?
9.      Apa pengaruh Sport Psychologi terhadap pelatihan ?
10.  Coba sebutkan beberapa disiplin ilmu mendukung pengayaan teori dalam metodologi pelatihan ?
11.  Sebutkan cirri-ciri seorang pelatih yang baik.
12.  Kemampua apa yang harus dipunyai oleh seorang pelatih
13.  Mengapa seorang pelatih harus mempunyai keterampilan manajerial ?










Sumber Acuan

  1. Bompa, Tudor  O.,(1990). Theory and Methodology of Trainin : The Key to Athheltic Performance, Dubuque, Iowa : Kendall/ Hunt Publishing Company.

  1. Buletin ISORI, (1992). Fortius nomor : 002/92, Jakarta : Hepico.


  1. Harsuki, (1988). Penerapan Ilmu dan Teknologi Mutlak Dilakukan untuk Mencapai Prestasi Tinggi di Bidang Olahraga, Jakarta : FPOK Jakarta.

  1. Rusli Lutan, (1989). Pengembangan Sport Pedagogi : Implikasi Teoretis dan Praktis, Bandung : FPOK Bandung.


  1. Brooks, G.A.,(1981). What Is Discipline of  Physical Education, Champaign, Illionis : Human Kinetics Publisher, Inc.

  1. Concepts of  Sports Sciences, (1975).,Jakarta : PIO KONI Pusat.


  1. Henry, F.M.,(1981). Physical Education : An Academics Discipline, Champaign, Illinois : Human Kinetics Publishe, Inc.

  1. Mc Kinsey, Wayne C.,(1975). What is a Good Coach,.lm14 dalam The Principles and Problems of Coaching), Illinois : Charless C. Thomas Reblishers.


  1. Rice Henry M.,(1975). Qualities of a Good Coaching “lm14 in The Principles and Problems of Coaching, Illinois; Charless C. Thomas Publishers.

  1. Suharno, HP., (1993). Metodologi Pelatihan, .Im14 Yogyakarta : FPOK IKIP Yogyakarta.


 








No comments:

Post a Comment