PENDAHULUAN
Bismillahirrahmaanirrahiim
Segala
puji hanya bagi Allah, Tuhan Semesta Alam.
Shalawat dan salam sejahtera semoga
dilimpahkan kepada junjungan kita, penutup para nabi dan rasul, Nabi
Muhammad saw. dan seluruh keluarganya serta sahabatnya. Amma
ba’du.
Saya
mendapatkan banyak di antara kaum muslimin beribadah tanpa dibekali dengan pengetahuan tentang hukum syara’ yang
memadai. Saya pun melihat mereka
membutuhkan suatu kitab yang mudah ditelaah oleh mereka, yakni kitab yang
menghimpun tatacara beribadah dengan dilengkapi dalil-dalil syara’. Atas dasar itulah, saya persembahkan kitab
ini dengan judul: Ahkaamus Shalat (Hukum-hukum
Seputar Shalat) untuk seluruh kaum muslimin seraya memohon kepada Allah SWT,
semoga persembahan ini bermanfaat bagi mereka dan jalan lurus pun dapat mereka
selusuri.
A. THAHARAH
Thaharah menurut
bahasa adalah suci dan bersih dari kotoran.
Adapun thaharah menurut istilah para ulama ahli hukum Islam (fuqaha) adalah menghilangkan hadats dan
najis atau sesuatu yang senada dengan makna dan gambaran pengertian
keduanya. Yang dimaksud dengan ungkapan
“yang senada dengan makna dan gambaran pengertian keduanya” , yaitu seperti:
tayamum, mandi besar yang disunnahkan, cucian yang kedua, bekumur dan
sejenisnya.
Menghilangkan
hadats dan najis itu adalah dengan air mutlak, yakni dengan air yang belum
mendapatkan imbuhan unsur lain sehingga namanya juga masih tetap sebagai air
murni. Air mutlak ini adalah air laut,
air yang turun dari langit, dan air yang keluar dari bumi. Air laut dikategorikan sebagai air mutlak
adalah berdasarkan sabda Rasulullah saw. :
(1)
“Laut itu airnya suci”
Sedang air yang turun dari langit
seperti air hujan dan salju (es) adalah berdasarkan firman Allah SWT:
(2) Dan Allah
menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengannya”
(QS. Al Anfal,8: 11).
Adapun
air yang keluar dari perut bumi, yakni mata air dan air sumur adalah
berdasarkan sebuah riwayat yang mengemukakan :
(3) “Sesungguhnya
Nabi saw. pernah berwudlu dengan air dari sumur Bi/udha’ah”
Yang
dikategorikan selain air mutlak, yaitu benda-benda cair seperti : cuka, air
bungan, minuman keras, dan sari buah-buahan atau tumbuhan. Kesemua itu tidak boleh dipergunakan, baik
untuk menghilangkan hadats maupun untuk menghilangkan najis. Firman Allah SWT:
(4)”…kemudian
kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kalian” (QS. An Nisa,4: 43).
Dalam
ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang tidak mendapatkan air
agar bertayamum. Dan Dia memberikan
petunjuk bahwa wudlu tidak dibenarkan selain dengan air. Hal ini dengan alasan,
karena sesungguhnya menghilangkan najis berarti mengembalikan keadaan agar
menjadi suci (bersih) kembali dan suci itu sendiri hanya bisa terjadi dengan air. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk
mensucikan kalian dengannya” (QS.
Al Anfal, 8 : 11).
1.
Benda Suci Bercampur dengan Air
Bilamana
suatu benda suci bercampur dengan air namun karena kadarnya hanya sedikit
sehingga air itupun tidak berubah karenanya, maka bersuci dengan air tersebut
diperbolehkan. Sebab pada dasarnya air
ini masih tetap utuh sebagai air mutlak.
Jika air tersebut tidak berubah karenanya dengan alasan , sebaba air itu
tidak berubah, baik rasa, warna, maupun baunya-seperti air bunga jatuh ke
dalamnya-maka hendaknya diperhatikan: Andai air bunga itu kadarnya banya
sehingga mendominasi air mutlak, maka bersuci dengannya tidak diperbolehkan,
dan seandainya tidak mendominasi, maka bersuci dengannya diperbolehkan. Bilamana suatu benda suci bercampur dengan
air dan karenanya salah satu sifat air tersebut berubah, yakni rasa, atau
warna, atau baunya, hendaklah diperhatikan: Sekiranya air itu tidak mungkin
teratasi untuk tidak terkena benda suci tersebut seperti ditumbuhi oleh lumut
(rumput air) dan sejenisnya, yang memang benda itu hidup dan tumbuh di air,
maka air tersebut boleh dipergunakan untuk bersuci. Kasus seperti ini dimaafkan sebab hal
tersebut tak mungkin diatasi. Sedang
jika air ini memungkinkan terpelihara
dari benda suci maka perhatikanlah : Seandainya merupakan suatu benda yang
tidak menghilangkan nama air seperti tanah dan obat, maka air itu diperbolehkan
untuk bersuci karena benda tersebut tidak menghilangkan status air sebagai air
mutlak. Sedang bila benda itu selain
daripadanya, seperti minyak za’faran, buah kurma, tepung, dan sebagainya -
merupakan benda yang dapat dihindarkan agar tidak jatuh ke dalam air - maka
berwudlu dengan air ini tidak dibenarkannya, sebab dengan masuknya benda
seperti itu dapat menghilangkan status air sebagai air mutlak.
No comments:
Post a Comment